Konstantinopel - Sugha
Judul: Konstantinopel
Pengarang: Sugha
Penerbit: DIVA Press
Terbit: Cetakan ke-1, April 2015
Tebal: 272 hlm
Genre: Thriller & Mystery, Crime
Ditengah hiruk pikuk pemilu 2011, seorang caleg terpilih, Ine Wijaya ditemukan tewas dalam
kecelakaan kereta. Namun anehnya, saat pemeriksaan jenazah, jari kelingking
kiri korban hilang. Beberapa waktu berikutnya Sandra Sienna Dewi yang merupakan Staf DPR juga meninggal dalam
kebakaran yang menewaskan seluruh keluarganya. Lagi-lagi dengan jari
kelingking yang hilang. Kesamaan lain dari dua korban itu adalah, keduanya
dikenal sebagai sahabat Cinta Clarissa,
putri angkat Presiden yang sedang menjabat—Rukmawan.
Tak ingin kasus itu melibatkan Cinta, Pak Rukmawan meminta bantuan Badan
Intelijen Negara (BIN) untuk membuat pengawalan.
Disisi lain, Putra
Bimasakti, lulusan terbaik Sekolah Tinggi Sandi Negara baru saja bekerja
sebagai asisten wakil kepala BIN, dan karena terlambat di hari pertamanya
bekerja dihukum untuk mengawal Cinta. Saat sedang melakukan tugasnya itu, Bima
bertemu dengan Roman Abdurrahman,
wartawan Channel-9 yang terkenal hobi membuat kritikkan pedas tentang kebijakan
Presiden. Darinya pula ia tau mengenai kehidupan rumit orang-orang kaya.
Tujuh mahasiswa Indonesia belajar bersama di Universitas
Istanbul, Turki. Mereka adalah Ine, Sandra, Roman, Cinta, Januar (pacar Cinta,
calon pewaris Tan Corp, perusahaan distributor elektronik terbesar di Indonesia),
Juan (putra Sunnu Sandjaya, capres dari partai oposisi), dan Felix (putra Relly
Marpalele yang tersangkut kasus pajak 200 M). Rasa sama-sama orang Indonesia
membuat mereka bersahabat bahkan membentuk nama untuk mereka sendiri,
Konstantinopel. Tetapi ketika kembali ke Indonesia, kepentingan politik membuat
hubungan masing-masing mereka renggang. Kemudian, Roman tewas, ditembak
penembak jitu. Semakin jelas bahwa ini pembunuhan berantai yang mengincar nyawa
Konstantiopel, tapi kenapa?
Saya jarang baca thriller lokal, paling seri misteri favorit
kiddo, jadi agak berekspektasi rendah untuk buku ini. Dan saya gak sepenuhnya
salah. Banyak kesalahan teknis yang menganggu, typo sih hampir gak ada, hanya
saja saya gak suka sama penggunaan kata ganti orang pertama dan kedua yang gak
konsisten, dari ‘aku’ tiba-tiba jadi ‘saya’. Sebenernya gak masalah kalau
misalnya orang yang bilang aku dan saya itu menghadapi orang yang berbeda, lagi
ngomong resmi dan gak resmi misalnya, tapi ini nggak. Terus,—tapi kayaknya ini cuma
salah cetak—kok judul di covernya Konstantinopel tapi di bookmarknya Constantinopel.
Ngomong-ngomong soal cover, pasti lebih bagus kalau bagian
belakangnya juga merah atau seenggaknya bagian depan dan belkangnnya sama, jadi
gak mencong pas bagian perbatasan punggung buku sama bagian depan.
Beberapa hal dari ceritanya juga masih menggangu. Emang
intel negara begitu ya? Gak tau apa-apa gitu. Contohnya aja pas bagian ada
pesan bahasa asing dari pembunuhnya, kok bisa-bisanya polisi belum tau isi
pesannya apa cuma gara-gara gak tau itu bahasa apa, google translate laah, apa
google translate belum ada tahun 2011? Tapi, saya ngerti sih hal itu buat
kepentingan menyudutkan pelaku.
Tapi plot kan lebih penting daripada hal teknis kan? Untungnya
ide cerita buku ini keren. Saya suka sama gaya berceritanya yang komikal dan
penempatan isu politik yang bikin ceritanya makin rumit, yang akhirnya bikin
saya gak bisa berenti baca buat tau siapa pembunuhnya, penempatan petunjuk yang
samar-samar dan hering merah di mana-mana bikin buku ini punya twist yang
menarik, walau akhirnya tertebak juga.
Dan Bima, karakter Bima yang pintar dan pemberani ini mudah
sekali dapat simpati pembaca. Apalagi dengan pembulian yang ia alami di BIN.
Pasti akan lebih menarik jika diceritakan lebih lanjut bagaimana nasib
pekerjaannya kemudian. Bima juga nampaknya kurang beremosi, misalnya saja waktu
di sadar telah ditipu Pak Catur, kok bisa-bisanya bercerita analisisnya lagi
pada pak Catur tanpa khawatir? Sepertinya penulis memang menganut paham ‘emosi
bisa mengacaukan penyelidikan’ dan ‘logika diatas segala-galanya’, untungnya
sebagai penggantinya kita disajikan dengan adegan-adegan aksi ala James Bond—walau saya masih berangapan
kalau ‘ninja’ itu agak gimana gituu—yang bikin bukunya makin seru serta
informasi forensik yang menambah wawasan.
Komentar
Posting Komentar