Brave New World - Aldous Huxley


cover brave new world aldous huxley
goodreads
Judul: Brave New World
Pengarang: Aldous Huxley
Penerjemah: Nin Bakdi Soemanto
Penyunting: Tia Setiadi & Ika Yuliana K.
Penerbit: PT Bentang Pustaka
Terbit: Cetakan ke-1, Juli 2015
Tebal: 268 hlm
ISBN 978-602-291-087-9
Genre: Science Fiction, Dytopia, Classic
“Dan itu,” kata sang Direktur dengan tegas, “adalah rahasia kebahagian dan kebajikan—menyukai apa yang harus kau lakukan.” p.15
Kalimat tersebut sebenarnya adalah kalimat yang amat bijak dan nasihat yang patut dipikirkan. Tapi, mau tak mau saya merasa jijik karena sang pencetus kalimat, Direktur Penetasan dan Pemeliharaan (DPP), sedang melakukan tur di—umm—Pabrik Manusia.
Manusia, di tahun 632 AF, diproduksi dan dikembangbiakkan dalam botol-botol. Janin-janin dikondisikan berdasarkan kelasnya (Alfa, Beta, dll). Setiap detail gizi, diatur untuk mencapai bentuk fisik dan kecerdasan yang diinginkan. Bahkan, cara berpikir mereka juga diatur dalam hypnopædia, hipnostis dalam tidur beratus-ratus kali dalam semalam, selama bertahun-tahun. Akhirnya, jadilah satu komponen masyarakat yang ‘sempurna’, yang selalu bahagia karena mereka didoktrin begitu, dijauhkan dari segala yang menyedihkan.
“Ya, kalian memang persis begitu. Membuang segala sesuatu yang tidak menyenangkan alih-alih belajar menyesuaikan diri dengannya.” p.243
Tidak ada lagi wanita yang melahirkan, jangankan melahirkan, bahkan kata ‘ibu’ saja dianggap cabul dan tidak pantas. Padahal, apalagi yang lebih cabul daripada seks bebas bahkan untuk anak-anak? Oh, tentu saja, pendapat kita dan pendapat orang-orang Brave New World benar-benar berbeda mengenai kebahagiaan dan norma.

Untungnya, ada Bernard Marx yang hampir sedikit agak waras, atau tepatnya, gila dalam pandangan masyarakatnya. Aneh, adalah umpatan di Brave New World. Maka bagi Lenina Crowne, Bernard amat aneh dengan gagasannya tentang bahagia dengan cara lain, bahagia tanpa menenggak soma, bahagia tanpa kekanak-kanakkan. Lebih aneh lagi, gagasan tentang ‘usaha untuk mendapatkan kebahagiaan’. Tapi toh, meski Fanny Crowne menggosipkan bahwa pikiran Bernard yang kacau diakibatkan kecelakaan saat ia masih dalam botol, Lenina tetap ikut dengannya berkencan ke Reservasi Liar, tempat yang steril dari ‘peradaban’, tempat di mana masih ada ibu, tempat di mana satu pria hanya untuk satu wanita, tempat di mana mereka tidak punya soma. Mungkin, bagi Lenina, ini seperti berkunjung ke kebun binatang.

Disana, Bernard dan Lenina bertemu dengan Linda, yang rupanya adalah orang yang berasal dari peradaban. Linda, terjebak di Reservasi Liar bertahun-tahun lalu, dan dengan cara yang tidak bisa ia mengerti melahirkan seorang putra yang bernama John, atau selanjutnya lebih dikenal dengan nama si Liar. Lain dari pada anak-anak Indian lainnya, John memiliki pandangan yang lebih luas tentang kehidupan. Selain dari cerita ibunya tentang ‘peradaban’ , tapi juga pendidikan dari Mitsima, serta buku-buku Shakespeare. Tak ayal, Bernard menganggap telah menemukan teman dan objek penelitian yang unik. Maka si Liar, di bawa ke ‘peradaban’.

Selanjutnya, diceritakanlah bagaimana reaksi keras si Liar terhadap ‘peradaban’. Bagaimana sikap Bernard yang plin-plan dan menyedihkan menghadapi hasil perbuatannya sendiri. Bagaimana Helmholtz Watson, satu-satunya sahabat Bernard, justru malah lebih mengerti pemikiran si Liar, daripada Bernard sendiri. Akhir yang—uh—, melengkapi sudah buku yang greget ini.

Masih banyak hal lain yang menarik dalam buku ini selain hal yang sudah disebutkan diatas. Seperti hubungan si Liar dengan Lenina. Kisah cinta dua orang dari dua lingkungan ini, sungguh lucu dan ironis di saat yang sama. Lenina yang pengkondisiannya menyebabkan dia langsung pada ‘baru kenal langsung ngajak tidur’, amat berbanding terbalik dengan si Liar yang menjunjung tinggi kehormatan. Akibatnya, ketika Lenina terus mendesak, dan si Liar terus bertahan, meski sama-sama mencintai, rasa cinta itu berubah jadi dilema.

Tapi, di buku ini banyak kalimat dan adegan yang membingungkan, terutama Bab Tiga, yang mengandung empat pembicaraan di empat tempat sekaligus yang berselang-seling tanpa pembatas yang jelas—tapi, lama-kelamaan ngerti juga, walau efeknya pengen cepet-cepet beres bab itu—dan Bab Pengantar yang saya rasa lebih baik ditempatkan di akhir cerita, karena saya benar-benar gak ngerti waktu pertama baca, lagipula ada spoiler di Bab Pengantar ini. Mungkin, hal ini memang salah otak saya yang gak tinggi-tinggi amat menghadapi banyak kata yang scientific (?). Saya juga bingung, siapa tokoh utama di buku ini, seolah Bernard dan si Liar, berebut mengambil posisi.

Meski terasa berat, buku ini tetap menarik. Terutama mengenai pesan tentang apa itu kebahagiaan. Secara skeptis, saya tentu berpihak pada pemikiran si Liar—lagipula pemikiran Kontrolir Musthapa Mond sama sekali tidak bisa saya pahami, mengingat situasi yang berbeda—sayang sekali, endingnya, endingnya! Bagaimanapun, si Liar bukan manusia sempurna, dan keadaannya memang memaksanya jadi—uh—.

Sudahlah, abaikan kesimpulan gak jelas dan kebingungan saya terhadap segalanya. Mari kita tutup review ini dengan quote si Liar yang saya anggap keren.
“Ya, aku lebih suka merasa tidak bahagia daripada merasakan kebahagian palsu dan penuh kebohongan yang kalian rasakan di sini.” p.178
quote brave new world
imgsrc

Komentar

  1. Kelmahan & keunggulan novel tersebut apa??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Err sebenarnya saya merasa tidak perlu menjawab tapi kalau memang sesulit itu untuk menganalisis sendiri, saya menuliskan kelemahan di paragraf ke-7 dan keunggulan di paragraf ke-8.

      Terimakasih sudah berkunjung.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misteri Kota Topeng Angker - Yovita Siswati

Peter Pan - J. M. Barrie

Which Character Would You Choose?

The Litigators - John Grisham

Scene on Three #1