Third Girl - Agatha Christie

Judul: Third Girl (1966) 
Judul terjemahan: Gadis Ketiga 
Pengarang: Agatha Christie 
Penerjemah: Joyce K. Isa 
Desain & ilustrasi sampul: Satya Utama Jadi 
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama 
Terbit: Cetakan ke-10, November 2013 
Tebal: 360 hlm 
Genre: Classic, Crime, Thriller & Mystery 
ISBN: 978-979-22-2869-4
"Katanya...," George mengulangi kata-kata tersebut dengan agak berat dan permintaan maaf sebelumnya, "dia ingin berkonsultasi dengan Bapak mengenai pembunuhan yang mungkin telah dia lakukan." p.10

Zaman memang sudah banyak berubah, terutama untuk orang-orang seperti Poirot. Gadis-gadis jaman sekarang begitu mengkhawatirkan dan penampilannya tidak menarik, kotor juga selera yang aneh dalam memilih pria idaman. Pria berandal dengan wajah cantik juga dengan gaya pakaian yang khas (jaket hitam, kemeja beludru, celana ketat, rambut gondrong bergelombang). Narkotik dan tindak kriminal juga meningkat tajam seiring maraknya pergaulan bebas.

Poirot sepertinya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu jika saja seorang gadis tidak datang padanya dengan penampilan anak-jaman-sekarang lalu mengatakan bahwa Poirot sudah terlalu tua. TUA, kata yang begitu menohok di hati pria kecil ini sekaligusnya membuatnya bertanya-tanya, masalah sebesar apa yang sedang dihadapi gadis ini? Sehingga menganggap orang tua tidak bisa menyelesaikan masalahnya. Tentu bukan masalah yang sepele.

Untungnya Mrs. Oliver yang baik hati mengerti kesusahan hati sahabatnya itu. Ia bukan saja mendengarkan dan memberi saran untuk bersabar. Mrs. Oliver bahkan mengenali gadis itu! Jadi, pada akhir pekan lalu dalam sebuah pesta minum-minum bersama keluarga Lorrimer, ia bertemu dengan keluarga Restarick. Dan gadis ini bernama Norma.


Poirot dan Mrs. Oliver pun mulai bekerja. Memikirkan gadis aneh ini. Siapa yang telah terbunuh? Kapan? Dimana? Mengapa gadis ini tidak yakin?

Riwayat hidup Norma rupanya memang tidak terlalu sehat. Meski ia dari keluarga yang terbilang kaya. Saat umur lima tahun, ayahnya yang menyukai kebebasan pergi ke Afrika bersama wanita lain dan tak pernah mengunjunginya selama lima belas tahun. Ibunya sakit-sakitan dan selalu membicarakan rasa bencinya pada wanita itu.

Lalu beberapa bulan lalu Mr. Restarick pulang dengan istri muda. Hal ini membuat Norma shock, padahal menikahnya Mr. Restarick adalah hal yang lumrah, toh Mrs. Restarick sudah lama meninggal. Ia membenci ibu tirinya, dan memutuskan meninggalkan rumahnya di Long Basing di mana tinggal pula kakek dari pamannya, Sir Roderick yang termahsyur dengan sekretarisnya, Sonia yang diduga terlibat gerakan spionase.

Norma kini tinggal di London, tepatnya di sebuah petak nomor 67 di Wisma Borodene sebagai Gadis Ketiga. Lucunya, Sang Gadis Pertama, Claudia Reece-Holland adalah sekretari dari ayah Norma dan Si Gadis Kedua, Frances Cary kenal baik dengan David Baker, pacar Norma yang tak direstui orang tuanya. Padahal kebanyakan gadis kedua/ketiga didapatkan gadis pertama dari iklan koran. Dimana sangat kecil kemungkinan mereka saling kenal.

Mengenai pembunuhan yang Norma kira lakukan adalah karena ia menemukan pisau lipat bernoda darah di lacinya, sementara ada pula noda darah di halaman; botol racun setengah kosong di lemari pakaiannya, sementara ibu tirinya mendadak sakit; pernah pula menemukan dirinya memegang pistol. Yang membuat ia tidak yakin adalah, karna ia tidak bisa mengingat apa yang telah ia lakukan. Ia tidak ingat pernah melakukan pembunuhan, namun selalu menemukan dirinya terlibat dalam suatu kejahatan.

Kasus yang unik dan berbeda dari kebanyakan kisah Poirot. Yang kita cari bukanlah pembunuh dari suatu pembunuhan yang jelas dengan beberapa fakta pasti. Yang kita coba cari dalam kasus ini adalah kasus itu sendiri. Mencari tau apa yang terjadi tanpa tau apa yang telah terjadi. Membingungkan? Sangat.

Langkah pertama, yang sangat penting untuk diketahui adalah: kewarasan Norma, apakah ia gila seperti yang dikatakan orang-orang terdekatnya? Atau ia pura-pura gila supaya kejahatannya bisa diampuni? Atau ada kemungkinan lain? Lalu kita sama sekali tidak tau mana fakta yang benar, semua hanya desas-desus, gosip, dan pendapat dimana fakta-fakta yang berkaitan itu justru saling bertentangan. Bagi Hercule Poirot, semua ini tentang psikologi si gadis, yang harus dirahasiakan dari orang-orang yang mungkin berbahaya. Bagi Ariadne Oliver, sebuah petualangan yang membahayakannya nyawa.

Khususnya Mrs. Oliver, saya suka karna seolah-olah melalui tokoh ini, Agatha Christie 'curcol' mengenai karirnya sebagai penulis
"... Lalu mereka mengatakan bahwa mereka amat menyukai detektif fiktif saya, Sven Hjerson. Kalau saja mereka tahu betapa saya membencinya! Tetapi penerbit saya selalu melarang saya mengatakan begitu. ..."

Dan sekali lagi, Poirot membuktikan kemampuannya. Bukan hanya sebagai detektif ulung, tapi juga mak comblang yang akurat. Kenapa dia gak buka perusahaan biro jodoh aja ya? :D


Komentar

Postingan populer dari blog ini

My 2017 Wishlist

A Study in Scarlet - Sir Arthur Conan Doyle

Max Havelaar - Multatuli

Misteri Gurindam Makam Kuno - Yovita Siswati

Tampilan Baru