Menulis untuk Melupakan



"Otak manusia itu selalu berusaha untuk berjuang dan mengingat, tapi kalau ada sesuatu yang tertulis, kau sudah tidak perlu lagi mengingatnya, dan bisa dengan tenang melupakannya. Sisakan kenangan yang menyenangkan, kenangan yang buruk tulis dan lupakanlah." –Minato Kanae, Confessions

Ketika membaca kutipan itu, aku merasa dipojokkan, tapi juga sekaligus lega karena ternyata aku bukan satu-satunya yang melakukan ini. Yah, setidaknya kalau seorang karakter fiksi mengakuinya, aku asumsikan kebiasan ini setidaknya cukup masuk akal dilakukan bukan.

Kita biasanya mendengar orang mencatat sesuatu untuk mengingatnya, tapi menulis untuk melupakan? Akui saja kalau konsep ini terasa asing.

Dah, ya, kurasa sekarang akhirnya aku memahami apa maksud orang-orang ketika berkata menulis itu menjadi terapi. Menulis itu menolong. Menulis itu membebaskan. Maksudku, aku juga suka menulis, tapi ide soal menulis itu membebaskan masih gak masuk akal buatku. Mungkin karena daripada menulis, aku lebih suka bercerita. Lebih menyenangkan menghayal, daripada merangkai kata. Dan bukannya apa-apa, writing is hard, and to suffer is not my hobby.

Tapi ketika membaca kutipan itu. Yeah, now I get it, I think. Dan bodohnya baru sadar padahal aku sudah melakukan ini selama bertahun-tahun. See, I'm not the best person when it comes to understand emotion and whatnot.  Seringnya, butuh kesulitan tidur di tengah malam sambil telungkup mencoret-coret buku catatan dengan ide cerita yang berparalel dengan kesulitanku untuk mengetahui sedang dalam situasi apa aku ini. Karena dengan begitu, kau terpaksa memikirkan motif orang lain, dan harus memikirkan perasaan orang lain, dan tentu saja perasaanmu sendiri. Cerita-cerita itu jarang yang berakhir bahagia, dan aku senang karena aku bisa membuatnya hanya menjadi cerita, selamanya hanya berada dalam khayal, dan bisa aku lupakan.

Dalam hal lain yang tak menyangkut emosi, kau tau seperti isu sosial, konspirasi dunia, dan hal-hal yang membuatmu ragu tentang benar dan salah. I always find so many argument would fall back to one idea, and it feels stupid to worried about things you already done worried for. Menulis keresahan, supaya kau tau kau tak perlu resah lagi, karena kau sudah pernah meresahkannya.

Tapi sebagaimana menulis bisa membuatmu melupakan, ia juga membuatmu ingat bukan? Menullis banyak sekali keresahan membuatku sadar satu hal: Membaca catatan-catatanku sendiri membuat kesehatan mentalku memburuk. Because the thing about knowing nobody would read it, gives me freedom to be as vulnerable as I would, and when you let it all out, you're too exhausted to write the good conclusion. I probably won't write this passage if I this is my private note. Tapi yah, sepenting untuk melupakan hari-hari menyedihkan, menulis kejadian-kejadian baik, hal-hal yang patut disyukuri, agar bisa selalu diingat, kurasa juga penting.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2nd Blogoversary Giveaway

My 2017 Wishlist

BBI Giveaway Hop

A Study in Scarlet - Sir Arthur Conan Doyle

Max Havelaar - Multatuli