The Darkest Minds - Alexandra Bracken

goodreads
Judul: The Darkest Minds
Judul terjemahan: Pikiran Terkelam
Pengarang: Alexandra Bracken
Penerjemah: Lulu Fitri Rahman
Penerbit: Fantasious
Terbit: Cetakan ke-1, September 2014
Tebal: 586 hlm
Genre: Dystopia, Romance
ISBN 978-602-0900-05-6

Di malam sebelum hari ulang tahunnya yang ke sepuluh. Ruby dan ayahnya membahas mengenai kematian. Ketika ibunya memekik mengenai hal itu, ayahnya bilang mereka harus mempersiapkannya. Penderita IAAN (Idiopathic Adolescent Acute Neurodegeneration–Degenerasi Saraf Akut Remaja) biasanya tewas diusia sepuluh tahun. Tapi rupanya Ruby bukan bagian dari mereka. Meski begitu, baginya, mati mungkin pilihan yang lebih baik daripada hidup.
Mereka tidak pernah takut pada anak-anak yang akan meninggal, atau kehilangan yang mungkin terjadi. Mereka takut pada kami—anak-anak yang masih hidup. –p.4
Pasalnya, mereka yang tidak tewas karena IAAN malah mempunyai kemampuan aneh. Merah adalah sebutan bagi mereka yang bisa mengendalikan Api; Oranye dapat mengendalikan pikiran; Kuning dapat mengendalikan listrik; Biru seorang telekinesis; dan Hijau memiliki kecerdasan luar biasa.

Istilah ‘dapat mengendalikan’ sebenarnya kurang tepat. Generasi pertama Psi (sebutan untuk anak-anak pemilik kekuatan ini) sepertinya mengalami kesulitan karena tak ada yang dapat mengajari mereka mengendalikannya. Seperti ketika Ruby si Oranye tanpa sengaja menghapus ingatan kedua orang tuanya tentang dirinya yang menyebabkan mereka tak ragu menyerahkannya ke PSF (Psi Special Force—Pasukan Khusus Psi) yang menjebloskannya ke Thurmond (kamp rehabilitasi Psi).

Tapi, alih-alih ‘menyembuhkan’ mereka. Kamp itu lebih seperti penjara bagi anak-anak Psi. Seluruh kegiatan mereka di atur bahkan sekedar berbicara. Keadaannya lebih menyeramkan bagi Merah dan Oranye. Di hari pertama ia sampai di Thurmond, Ruby melihat perlakuan PSF kepada Hijau atau Biru lebih lunak daripada pada Merah, Oranye, dan Kuning. Untunglah, meski tidak mengerti, dia berhasil membuat dirinya diklasifikasi sebagai Hijau selama enam tahun.

Tapi, hari itu berbeda. Dengung Statis tiba-tiba di bunyikan pada level yang hanya bisa di dengar Oranye. Dua orang yang rupanya merupakan Oranye yang tersisa di Thurmond, tumbang. Begitu sadar, Ruby bertemu dengan Cate yang menawarkannya untuk lari dari Thurmond. Cate rupanya merupakan anggota Liga Anak, sebuah lembaga anti pemerintah. Ruby awalnya melihat kebebasan. Tapi ketika dia menyusup dalam benak Rob (teman Cate). Dia memutuskan untuk lari dari mereka.

Ruby kemudian bertemu dengan Zu, Liam, dan Chubs. Lalu memutuskan untuk ikut bersama mereka untuk mencari East River yang dikelola Slip Kid. Sebuah tempat yang konon menjadi semua tempat pulang anak-anak Psi, tempat yang aman.
“Hitam menunjukkan ketiadaan semua warna,” kata Mike. “Di sini kami tidak dipisahkan oleh warna. Kami menghormati satu sama lain, dan kami semua saling membantu untuk memahami kemampuan itu.”—p. 396
The Darkest Mind adalah kisah dystopia keempat yang saya baca, yaah, saya bukan tipe orang yang mengikuti tren sehingga baru baca buku ini sekarang. Ketiga kisah yang saya maksud adalah The Giver, Barve New World, dan The Maze Runner. The Darkest Mind jelas memiliki plot yang berbeda dengan The Giver dan Brave New World, dan ini menjadi poin plus tersendiri bagi saya.

Tapi, beberapa waktu yang lalu saya menonton The Scorch Trials. Yaah, tokoh utama mengira dirinya diselamatkan padahal akan dimanfaatkan. Berjuang melawan berbagai bahaya demi mencari kelompok pembelot pemerintah yang mungkin bisa menyelamatkan mereka. Sampai akhirnya, boom! Singkatnya saya menemukan kemiripan, walau memang konon banyak yang di ubah di film adaptasi The Scorch Trials. Tapi kan saya malah mikirnya, jangan-jangan plot ini pasaran di kalangan novel dystopia? Dan sejujurnya, kadang saya masih bingung membedakan ketika Ruby sedang menceritakan situasi sebenarnya atau yang sedang berlangsung di kepalanya.

Meski begitu, saya tetap suka dengan ceritanya yang menegangkan sekaligus mengharukan. Membuat saya tidak sulit untuk memahami setiap karakternya. Kisah awal Ruby yang baru saja kabur dari Liga dan belum sepenuhnya di terima Liam dan kawan-kawan (khususnya Chubs) benar-benar membuat pembaca ikut stress. Orang tuanya tidak menginginkannya, satu-satunya sahabatnya di Thurmond (Sam) baru saja kehilangan ingatan tentangnya, dan bahkan Grams belum tentu bersedia menampungnya. Ruby sendirian di dunia.

Dan meski lambat laun mereka berempat menjadi keluarga. Seperti ketika akhirnya Ruby sadar dia tidak bisa tenang tanpa kehadiran Zu. Atau ketika dia sadar dia akan melakukan apapun demi menjaga Chubs tetap hidup. Bahkan meski dia tidak pernah rela meniggalkan Liam. Keadaan dunia yang begitu keras memaksanya untuk menghapuskan harapan itu.
“Ruby beri aku satu alasan kenapa kita tidak bisa bersama-sama, dan akan kuberi kau seribu alasan kenapa kita bisa.”—p. 521
Ditambah endingnya yang greget abis bikin wajib baca buku selanjutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My 2017 Wishlist

Max Havelaar - Multatuli

A Study in Scarlet - Sir Arthur Conan Doyle

Misteri Gurindam Makam Kuno - Yovita Siswati

Tampilan Baru